Alveri mengemukakan, Kegaduhan yang diciptakan sekelompok pihak itu, jangan diterus teruskan dan kepada masyarakat untuk tetap tenang. Sebab jika Tuhan ingin, jangankan pulau, benua sekalipun tanpa ditambang, bisa tenggelam.

Tambang tak hanya di Sangihe dan ini bukan yang pertama kali di Sulut. Kalian perlu gunakan pikiran jernih menyikapi hal ini apalagi di dunia kita hanya sementara. “Jangan ikut ikutan terprovokasi dan buat pemahaman keliru dari sekelompok pihak yang diduga kuat bersekutu dengan penambang liar,” ujarnya.

Alferi semua pihak harus merenung, berfikir jernih, betapa karunia Tuhan bagi umat Manusia termasuk di wilayah Sangihe adalah berkat sungguh luar biasa. Lalu ketika akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan orang banyak oleh tambang profesional, dihalang halangi gunakan asumsi asumsi liar dan tak berdasar.

“Kalian fikir Tuhan buta. Tuhan tak akan pernah menjebak umatnya. Lantas haruskah kekayaan alam yang diberikan sang Pencipta untuk bumi Sangihe dibiarkan begitu saja hingga kiamat? Dimana nalar kalian,” tanya Alveri.

Sebagaimana tertuang dalam kontrak karya (KK) yang dimiliki TMS, penambangan di lokasi yang ekonomis ditambang seluas 65,48 hektare itu dalam pengawasan ketat pemerintah. Tanggung jawab TMS tidaklah mudah, selain telah berkontribusi kepada negara triliunan rupiah sejak eksplorasi juga harus dapat mengembalikan posisi galian agar dapat berfungsi kembali sebagaimana biasa.

“Reklamasi dan reboisasi ini harga mati akan dilakukan dengan efek positif lainnya kepada masyarakat lingkar tambang, masyarakat Sangihe dan juga Negara. Hal ini dibenarkan CEO PT .TMS Terry Filbert kepada sejumlah wartawan dalam banyak kesempatan.

Sumber: Kliktimur.com