LIPUTAN15.COM-Kabupaten Kepulauan Sangihe yang memiliki luas 737 Km2, memiliki potensi emas yang berlimbah.  Bahkan perusahaan tambang emas dari Amerika sudah mendapatkan kontrak karya penambangan.

Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Iwan Setiawan mengatakan, hasil studi LIPI dengan Australia pada 2002 menemukan potensi emas di kawasan itu. “Ada potensi emas di sana,” ujar Iwan, Senin (14/6). Dikutip dari CNNIndonesia.

Iwan enggan memastikan jumlah kandungan dan kualitas emas di Pulau Sangihe. Namun, dia menduga kandungan dan kualitas emas di Pulau Sangihe mirip dengan yang ada di Pulau Wetar, Maluku.

Iwan mengatakan, potensi emas yang ada Pulau Sangihe berhubungan dengan kegiatan gunung api di bawah laut seperti di Pulau Wetar. Dia berkata kegiatan gunung api di bawah laut menghasilkan endapan emas.

“Sejak dulu Pulau Wetar ditambang, sampai sekarang masih ada proses penambangannya. Artinya secara kualitas dan kuantitasnya itu bagus,” ungkapnya.

Bicara kuantitas dan kualitas emas pada suatu lokasi, Iwan berkata tergantung pada proses geologi yang menyertainya. Jika batuan pembawa emas atau fluida hidrothermal membawa emas dengan cukup dari awal, maka emas yang menuju ke permukaan melalui saluran tertentu akan bagus.

“Kalau dari awal sumber logamnya miskin atau jumlah emasnya sedikit, dibawa ke atas oleh fluida hidrothermal di tempatkan pada media yang tidak ada struktur yang berkembang di sana, maka emasnya sedikit,” ujar Iwan.

Meski demikian, Iwan menjelaskan emas pada satu daerah pada umumnya sama dengan daerah lain. Perbedaan hanya terletak dengan siapa emas itu ‘berteman’. Teman yang dimaksud seperti logam dasar seperti timbal, seng, perak, dan tembaga yang umumnya ditemukan di pantai selatan Jawa.

Kemudian, ada juga yang menyebar di dalam batuan seperti sistem propiri di Papua.
“Kalau emas murni kualitasnya bagus, jadi tidak usah repot-repot melepaskan emas dari logam lain atau dari silikatnya atau rumahnya. Emas yang terjebak dalam unsur sulfida itu agak repot memprosesnya,” ujarnya.

Iwan menyampaikan semua jenis penambangan praktis akan mengubah lahan. Namun, penambangan yang tidak memperhatikan faktor keseimbangan alam paling bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan.

“Kerusakan biasanya terjadi akibat penambangan-penambangan ilegal, penambangan yang tidak memperhatikan faktor keseimbangan alam,” ujar Iwan.

Sedangkan perusahaan besar, dia menyampaikan bisanya sudah memiliki AMDAL sebelum melakukan penambangan. Perusahaan besar juga menerapkan good mining practice untuk mengurangi kerusakan lingkungan.

Iwan membeberkan good mining practice mewajibkan penambang mengetahui dengan tepat penyebaran emas agar penambangan menjadi terarah. Dengan hal itu, penambang mengetahui bahan kimia apa yang tepat untuk mengolah emas, hingga meremediasi lahan.

Lebih dari itu, dia meminta semua pihak untuk mengedepankan kajian secara sistematis sebelum membuka penambangan di Pulau Sangihe. Jika ada potensi, dia meminta dipastikan seberapa besar potensi dan dampak lingkungannya. “Jangan sampai lingkungan rusak karena tidak adanya kajian dan edukasi,” pungkasnya. (Ant)