“Ada perusahaan China yang katakan mau beli semua kalau nggak ada yang mau beli,” lanjut Achmad.
Meski tak bisa mendapatkan teknologi China, Achmad mengatakan pihaknya sedang bekerja sama melakukan penelitian teknologi pengolahan logam tanah jarang dengan perusahaan Kanada. Tepatnya dengan Canada Rare Earth Corporation.
Kerja sama penelitian dilakukan untuk mencari teknologi yang dapat mengekstraksi rare earth dengan produksi 1.000 ton per tahun.
Sejauh ini, menurutnya teknologi yang ada kebanyakan digunakan untuk memproduksi rare earth 4.000 ton per tahun. Sedangkan, dari total potensi rare earth yang ada di Indonesia lebih cocok dengan teknologi yang dapat memproduksi 1.000 ton per tahun.
“Saat ini ada agreement dengan Canadian Rare Earth Corporation itu g to g, di-endorse oleh Kedubes Kanada. Kami melakukan kerja sama penelitian untuk mencari teknologi yang bisa di-scale down ke 1.000 ton,” papar Achmad.
Diharapkan penelitian akan selesai tahun ini, dengan begitu pihaknya bisa menentukan di akhir tahun apakah teknologi yang diteliti bisa digunakan atau tidak.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan