Menurut Anggraini, dalam penelitian pakar partai politik asal Polandia, Dr Marcin Walecki pada 2015, dibutuhkan dana antara 10-15 juta US Dolar untuk menjadi partai politik. Angka itu menjadikan upaya membuat partai politik di Indonesia dan menjadi peserta pemilu sebagai syarat paling besar dan paling mahal di dunia.
“Bagaimana kita dengan syarat kepemilikan kantor yang fisik, sekarang kan di era virtual, kalau untuk berkoordinasi dan membangun manajemen kantor modern, kan kantor virtual juga memungkinkan. Yang penting entitasnya itu ada. Jadi cara berpikir kita juga harus maju begitu,” terang Anggraini.
Public Virtue Institute turut memecah situasi ini dengan menyelenggarakan Lab School of Democracy. Ini adalah ruang pembelajaran bagi anak muda Indonesia, mengenai berbagai isu demokrasi dan aktivisme sipil di Indonesia.
Ahmad Muqsit, salah satu peserta kegiatan ini, dalam diskusi menyinggung pentingnya peran anak muda dalam politik.
“Saya tetap ke pendidikan politik, jangan sampai angkatan muda apolitis. Melihat sistem politik dan sistem Pemilu yang cukup berat untuk diperbaiki kemudian apolitis, kemudian menyerah dalam isu-isu seperti ini, itu sangat dimungkinkan,” kata Ahmad
Sementara itu dari peserta Lab School of Democracy yang lain Arina Rahmatika, menyoroti iklim politik Indonesia yang belum ramah terhadap perempuan. Meskipun ada afirmasi bagi perempuan, namun hasilnya tidak memuaskan sampai saat ini.
“Mendesak pemerintah untuk melakukan pemaksaan dalam hal regulasi struktural sehingga kuota 30 persen keterwakilan perempuan bisa terpenuhi,” ungkap Rahmatika. (VOA)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan