LIPUTAN15.COM,TOMOHON— Kasus dugaan pelanggaran hak karyawan di PT Kawanua Puspa Buana, pengelola Jordan Bakery Tomohon, memasuki tahap krusial mediasi tripartit di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat.
Sidang pertama digelar Kamis (6/11/2025), dihadiri perwakilan perusahaan, sembilan karyawan penggugat, dan mediator dari Disnaker.
Isu utama: upah di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Tomohon sebesar Rp3,5 juta per bulan, ketidakdaftaran BPJS, serta jam kerja berlebih yang diduga langgar Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Managing Partner Pantow & Associates Law Office, Fickry Petrus Pantow SH, ACIArb, CIM, CLA, CCD, CPS, MEP, melalui tim hukumnya Christian Benedictus Sumakud SH dan Yeremia Louis Tongam Paat SH, menjelaskan bahwa perselisihan ini berawal dari kegagalan perusahaan memenuhi hak normatif karyawan.
“Tuntutan kami prioritas pada upah yang tak sesuai UMR, ditambah karyawan tak terdaftar BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan meski perusahaan klaim sudah bayar iuran,” ungkap Christian usai sidang.
Yeremia menambahkan, masalah diperburuk dengan jam kerja harian melebihi 8 jam tanpa kompensasi, absennya salinan kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan Peraturan Perusahaan (PP) yang wajib dibagikan.
“Perusahaan juga tak bayar uang penggantian hak secara adil, termasuk PHK sepihak yang kami anggap tak sah karena status karyawan sudah beralih jadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) setelah 4 tahun bekerja,” tegasnya.
Latar belakang kasus ini, upaya bipartit gagal setelah dua kali perundingan: 25 September dan 2 Oktober 2025. Di sesi pertama, perusahaan janji angkat status PKWT dan tunjukkan bukti BPJS, tapi gagal dipenuhi.
Malah, mereka keluarkan surat pemutusan kontrak sepihak, yang tim hukum anggap intimidasi. “Kami temukan upaya perusahaan dekati karyawan secara pribadi tanpa kuasa hukum, langgar prinsip transparansi,” kata Yeremia.
Dalam tripartit, perusahaan akui karyawan sudah bekerja minimal 4 tahun di posisi krusial produksi roti, yang perkuat klaim PKWTT secara hukum.
Hasilnya, perusahaan diberi tenggat 7 hari untuk hitung nominal tuntutan, diserahkan ke Disnaker pada 13 November 2025. Karyawan tuntut PP, bukti BPJS, kontrak, dan perhitungan hak normatif sesuai risalah bipartit.
Kuasa hukum berharap komitmen dipenuhi transparan, agar hak karyawan terealisasi tanpa eskalasi ke pengadilan. “Ini soal keadilan buruh, kami dukung mediasi damai tapi tak kompromi pada pelanggaran serius,” tutup Fickry.
Kasus ini jadi pengingat pentingnya pengawasan ketenagakerjaan di sektor makanan, di mana UMR Tomohon naik 8% tahun ini. Disnaker Tomohon belum beri keterangan resmi, tapi janji pantau ketat agar tak ada korban serupa.(Aldo)
Peliput: Aldo Kumaat

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan