LIPUTAN15.COM-Kasus pinjaman online ilegal meresakan masyarakat. Karena itu, Mabes Polri membongkar kasus pinjaman online ilegal
bernama Rp Cepat yang dioperasikan oleh PT Southeast Century Asia.

Diketahui, aduan masyarakat ke pihak kepolisian karena masyarakat banyak merasa dirugikan dan ditipu pinjaman online. Sebab uang yang diterima tidak sesuai harapan. Bahkan bunganya sangat tinggi dan tenornya pendek.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes. Pol. Dr. Ahmad Ramadhan, SH MH M.Si. dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/06/2021) mengatakan, pihaknya menangkap lima tersangka berinisial EDP, BT, ACJH, SS, dan MRK. Sementara dua warga negara asing (WNA) asal China yang diduga sebagai otaknya berinisial XE dan GK, masih dalam pengejaran.

“Kami telah menangkap para tersangka kasus penipuan juga TPPU, tindak pidana perlindungan konsumen dan tindak pidana yang melanggar UU ITE,” sebutnya.

Kabag Penum Divisi Humas Polri mengatakan, para tersangka menawarkan pinjaman secara online dengan iming-iming tenor yang panjang dan bunga yang rendah.

Namun, faktanya tidak sesuai dengan yang ditawarkan setelah nasabah menyetujui pinjaman tersebut. Akibatnya, selain mencekik karena bunganya sangat tinggi, banyak potongan tidak seusai, juga mencuri data-data pribadi nasabahnya.

“Perusahaan tersebut melakukan verifikasi data sim card secara ilegal, kemudian melakukan SMS blasting berupa penawaran, pengiklanan dan penagihan kepada seluruh kontak yang terdata dalam sistem,” ungkap Ramadhan.

Sementara itu, Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Kombes Ma’mun mengatakan, para pelaku dikendalikan oleh dua WNA China yang masih buron dengan teknologi aplikasi canggih. Kata dia, dengan teknologi canggih, pelaku bisa menyedot data-data pribadi nasabah melalui aplikasi Rp Cepat yang didownload nasabahnya.

“Aplikasinya ini nggak hanya untuk mendaftar orang, tapi juga sudah nyedot dan bisa ngambil data yang ada di nomor-nomor yang dia mau,” kata Ma’mun.

Dikatakan Ma’mun, data-data pribadi yang dicurinya dari nasabah digunakan untuk promosi atau menyebarkan ancaman atau teror jika nasabah tidak membayar.

Tidak tanggung-tanggung cara mereka menagih adalah dengan melakukan bullying kepada nasabah yang ditujukan kepada semua kontak yang ada dimiliki peminjam-peminjam tersebut.

“Saudara-saudara mereka (korban) ini yang banyak dikasih tagihannya. Misalnya, si A telah melakukan pinjaman di sini, bahkan ada yang lebih kasar lagi yang sedang kami selidiki lebih jauh, sudah fitnah sifatnya dan ini lebih meresahkan,” kata Ma’mun dikutip republika.co.id.

Lanjutnya, sebagai contoh, ada nasabah yang meminjam Rp 1,750 juta, tapi setelah disetujui hanya Rp 500 ribu tapi yang diterima cuma Rp 295 ribu ini. Tentu saja, kata Ma’mun, hal sudah jelas tidak sesuai dengan promosinya. Apalagi para nasabah harus membayar dengan bunga yang sangat tinggi dalam tenor yang cukup pendek.

Dalam perkara ini, para tersangka dijerat Pasal 30 Jo Pasal 46 dan/atau Pasal 32 Jo Pasal 48 UU Nomor 19 tahun 2016 Tentang ITE dan/atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 atau Pasal 10 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. (Ant)