“Jika kita mencermati alasan Pemecatan dr. Terawan dengan penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara, maka yang harus direformasi secara total adalah IDI, karena IDI sangat eksklusif sehingga dalam banyak kasus telah mengkhianati Kode Etik Kedokteran dan Sumpah Jabatan Dokter Indonesia dengan menempatkan IDI menjadi subordinasi dari kekuatan dan kepentingan pihak lain di luar kekuatan dan kepentingan Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Indonesia,” lanjut Selestinus.
Hal demikian dapat dilihat pada alasan-alasan pemecatan dr. Terawan yang tidak didasarkan pada pertimbangan obyektif dan substantif pada permasalahan Sumpah Jabatan dan Kode Etik, terutama tidak koheren dengan 12 (dua belas) lafal sumpah jabatan dokter yang telah dielaborasi ke dalam 4 (empat) point utama Kode Etik.
Pihakny juga menilai dengan memperhatikan 5 alasan pemecatan dr. Terawan di satu pihak dan Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik Kedokteran IDI dari pihak lain, maka sesungguhnya yang melanggar Kode Etik dan Sumpah Jabatan Kedokteran adalah IDI sendiri.
“Sebagaimana IDI selama ini telah mengekang, membatasi bahkan mengamputasi penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara yang telah dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan diakui oleh publik,” imbuh Petrus.
Meskipun dalam Rekomendasi Muktamar IDI dikemukakan sejumlah alasan, akan tetapi jika dilihat dari rekam jejak dan prestasi dr. Terawan dan ketentuan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik IDI, maka dr. Terawan seharusnya diberikan penghargaan dalam forum Muktamar IDI di Aceh, bukan sebaliknya dipecat dari IDI.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan