LIPUTAN15.COM,SANGIHE-Kontrak Karya PT Tambang Emas Sangihe (TMS) dan Izin Lingkungan atau Amdal sah dimata pemerintah.

Rico Pandeirot, Senior In-House Legal Counsel PT TMS mengatakan, ada beberapa pemberitaan yang tidak benar kalau PT TMS sudah harus berhenti dan keluar dari Sangihe. “Karena sampai sekarang PT TMS masih pemegang kontrak karya izin tambang dan masih diakui pemerintah,” ujarnya, ketika konfrensi Pers di Luwansa Hotel, Jumat (27/01/2023).

Lanjutnya, soal adanya putusan perkara nomor 650 di Mahkamah Agung (MA) membatalkan izin persetujuan peningkatan kegiatan operasi yang digaungkan oleh SSI, itu tidak bisa membatalkan izin lainnya. Karena pada putusan perkara nomor 633 di MA izin lingkungan Amdal PT TSM itu sah.

Dia juga mengatakan, sebenarnya izin lingkungan dan izin persetujuan peningkatan kegiatan operasi bagian dari tahapan dalam kontrak karya. Kepemilikan kontrak karya itu PT TMS yang diberikan hak untuk menambang oleh pemerintah sejak tahun 1997.

“Ini hanya persoalan adminitrasi saja yang belum dipenuhi dalam persetujuan tersebut. Setelah adanya putusan tersebut kami akan memperbaiki putusan tersebut. Putusan tersebut belum diterima. Karena putusan dianggap berlaku kalau sudah memegang putusan.
Surat tersebut masih dianggap berlaku dan akan dikembalikan di Kementerian ESDM. Karena pihak ESDM yang mengeluarkan izin persetujuan peningkatan operasi,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Presdir PT. Tambang Mas Sangihe Terry Filbert menegaskan, PT TMS masih mempunyai izin yang sah sampai saat ini. Masih memiliki hak melakukan eksplorasi di Sangihe.

“Kami memiliki izin kontrak karya. Sementara izin peningkatan operasi hanya menentukan daerah mana saja yang bisa dilakukan penambangan. Ini akan mudah diperbaiki dan terbitkan oleh Kementerian ESDM,” ungkapnya

Menurut Filber, PT TMS telah membayar pajak ke pemerintah sejak 1997. Tapi PT TMS belum mengambil emas disitu dan tidak melakukan perusakan lingkungan, baru melakukan ekplorasi sudah ditentang Save Sangihe Island (SSI).

“Sementara Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sudah melakukan penambangan di Bowone dengan 12 komatsu menggali gunung sampai ke hutan bakau. Bahkan PETI telah mengambil emas dan mendapatkan keuntungan sampai 100 miliar tidak dipersoalkan SSI. Mereka sudah merusak hutan, gunung dan pantai, tidak memberikan masukan kepada pemerintah dan masyarakat sekitar dan uangnya hanya dinikmati cukong-cukong,” katanya.

Sementara tambang sah PT TMS yang tidak merusak lingkungan, karena akan mengembalikan fungsi hutan setelah ditambang, memberikan pendapatan ke negara berupa pajak, memberikan pendapatan ke daerah lewat dana CSR, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkar tambang dengan memberikan gaji yang tinggi, tapi sudah ditentang SSI.

“Bagaimana kami memberikan pendapatan ke negara dan daerah, bahkan menggaji karyawan TMS dan warga sekitar, belum produksi sudah ditentang SSI,” ujarnya.

Dia menilai, SSI adalah segelintir individu keras dan vokal yang menentang operasi penambangan emas legal anak perusahaan Baru Gold itu.

“SSI mengklaim mereka menentang penambangan emas, tetapi ini tidak benar. Pimpinan SSI mengakui ada anggotanya yang termasuk penambang liar (PETI) atau mendapat keuntungan darinya. PETI beroperasi dalam skala industri di Sangihe dan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang tak terhitung jumlahnya,” ungkapnya.

Terry juga menyorot Polres Sangihe yang dinilai gagal menindak mafia pertambangan dan melindungi tambang ilegal. “Kepolisian membiarkan PETI berkembang. Bahkan, mobil polisi mengawal peralatan tambang komatsu melewati lokasi penyergapan. Informasi diperoleh, mafia tambang itu bekerja sama dengan oknum aparat hukum setempat,” ujarnya.

Dia juga menambahkan, minggu depan PT TMS akan menandatangani MoU dengan Polda Sulut untuk mengawal PT TMS dan penindakan PETI atau tambang ilegal di Kabupaten Sangihe. (*)

Perusakan Lingkungan Akibat Tambang Tanpa Izin