LIPUTAN15.COM, BOLMUT – Kasus dugaan intimidasi terhadap wartawan saat meliput aksi demo di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo Kamis, 21 September yang diduga dilakukan oknum polisi dikecam sejumlah pihak.
Satu dari sekian yang memberi kritik ialah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Ketua PWI Bolmut Patris Babay kepada media ini mengungkapkan, aksi perampasan alat peliputan milik wartawan itu adalah bentuk perampasan kemerdekaan pers yang sedang melakukan kegiatan peliputan.
“Aksi yang di lakukan oleh oknum anggota polisi tersebut telah melanggar kemerdekaan pers yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers dengan mengintimidasi, perampasan alat kerja dan penghapusan hasil kerja wartawan,” tegas Patris yang tak lain adalah ketua Sahabat Polisi Indonesia (SPI) Bolmut.
Didalaminya, dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pers disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Penjelasannya, pers bebas dan tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
“Pasal 4 ayat (2) UU Pers juga disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran atau pelarangan penyiaran. Selain itu, kata dia, dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers disebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” bebernya.
Sedangkan dalam Pasal 8 undang-undang, lanjut Patris, yang sangat jelas disebutkan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
“Sehingganya perbuatan oknum anggota polisi tersebut merupakan perbuatan melawan hukum,” tambahnya.
Lebih dalam, dirinya mengurai, dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta rupiah.
“Kami berharap kepada Kapolda Gorontalo Irjen Pol Drs. Angesta Romano Yoyol untuk memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang telah menghambat atau menghalangi pekerjaan wartawan, dan perlu diberikan sanksi agar kejadian serupa tidak berulang di masa mendatang,” tegasnya lagi.
Pemberian sanksi tegas kepada pelaku, katanya, bukan hanya untuk menghormati UU Pers tapi sekaligus ditujukan untuk membina anggota kepolisian demi menghormati perundang-undangan yang berlaku, sekaligus penghargaan tinggi terhadap hak asasi manusia, dan menjaga martabat sekaligus citra kepolisian.
“Hal itu mengacu pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol: KEP/32/VI/2003 tanggal 1 Juli 2003. Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sama dengan mencederai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tuturnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga meminta oknum Polisi yang terlibat diharapkan meminta maaf secara langsung dan terbuka kepada jurnalis yang mengalami tindakan arogansi dan intimidasi dari oknum polisi tersebut.
Desakan diungkapkannya kepada semua pihak untuk selalu menghormati perundang-undangan yang berlaku dan melindungi tugas jurnalis dalam menjalankan profesinya.
“Setiap terjadi sengketa pemberitaan diselesaikan dengan menempuh mekanisme yang diatur dalam UU Pers,” sambungnya.
Kasus ini, dipandangnya sebagai shocktherapi kepada seluruh jajaran agar semua pihak menghormati UU Pers.
“Hal ini agar seluruh jajaran kepolisian menghormati perundang-undangan yang berlaku,” tutup.
PELIPUT: NVG
Tinggalkan Balasan