LIPUTAN15.COM,BITUNG – Praktik mafia tanah nampaknya masih marak terjadi di Provinsi Sulawesi Utara. Praktik tersebut terjadi diberbagai tingkatan dan proyek, baik itu program pemerintah daerah, hingga program nasional.
Seperti yang terjadi di Kelurahan Kakenturan 1 dan 2 di Kota Bitung.
Diduga kuat, pembebasan lahan tol dikendalikan para mafia tanah, sehingga proses realisasi jalan Tol Manado-Bitung melambat.
Hendra Ekaristi Tatoda, salah satu ahli waris lahan Naftali Panggili, di Kelurahan Kakenturan, pada Senin (12/7) mengatakan, pembebasan lahan pembangunan tol di Bitung sangat janggal.
Pasalnya, sama sekali tak ada ganti rugi yang diterima keluarganya, dari lahan seluas 2,6 hektare peninggalan kakeknya yang di bangun jalan tol.
“Apalagi, dalam pembebasan lahan tol ini, ada proses yang janggal dimana pihak tol justru hanya membayar ganti rugi bangunan, bagi orang yang tinggal dilahan milik kami, namun sampai sekarang tak membayar ganti rugi lahan,” ungkapnya.
Hendra mengatakan, bahkan ada sebagian lahan yang tak dibayar pada mereka selaku pemilik sah, namun dibayar pada orang yang hanya memiliki hak pakai.
“Sebab dalam perkara persidangan, para pihak tak dapat menunjukan bukti apapun kepemilikan tanah, sementara kami punya,” ujarnya
Hendra juga mengatakan, kebijakan yang sewenang-wenang dalam pembebasan lahan tol, jelas sangat merugikan, untuk itu ia berharap Presiden Joko Widodo dapat melihat kejanggalan pembebasan lahan tol di Kakenturan, karena sudah merampas hak rakyat
“Saya juga berharap, permasalahan ini menjadi atensi dari Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, untuk dapat membantu warga Bitung, yang saat ini tengah ditindas, sebab sesuai dengan janji pak Wali Kota saat pencalonan, ia ingin menghilangkan bentuk ketidakadilan dan diskriminasi terhadap masyarakat, Wali Kota juga berjanji untuk meniadakan ketidakpastian dan sekarang kami membutuhkan uluran tangan,” ucapnya
Ia mengatakan, keluarga mereka, sebenarnya bukan menolak pembangunan tol, sebab itu merupakan kepentingan umum, namun jangan menjadikan pembangunan tol untuk merampas hak rakyat.
Sementara PPK Tol Paulce Mawei saat dikonfirmasi Selasa (12/7) terkesan cuci tangan.
Ia mengatakan proses pembayaran ganti rugi lahan tol, dilakukan berdasarkan hasil verifikasi BPN dan pemerintah kelurahan.
“Sebab jika sudah diverifikasi dan validasi, baru uang ganti rugi tersebut dibayarkan, karena verifikasi dan validasi itu yang menjadi dasar pembayaran,” ungkapnya.
Disentil adanya pembayaran lahan bagi pemilik yang tidak mengantongi sertifikat hak milik, paulce mengatakan itu bisa saja dilakukan selama telah diverifikasi kelurahan.
“Karena saat ini banyak lahan tol yang dibayar hanya berdasarkan hak pakai, intinya kita tetap sesuai dengan verifikasi BPN dan pemerintah kelurahan,” tegasnya.(GAR)
Tinggalkan Balasan