LIPUTAN15.COM, BOLMUT – Pada__Minggu 14 Desember kemarin, media ini menerbitkan salah satu artikel berjudul “Proyek Nasional di Bolmut Diduga Dikerjakan ‘Abal-abal’ oleh PT Hutama Karya’.

Artikel ini menyajikan kritikan tajam mengenai pekerjaan Daerah Irigasi (DI) Ollot yang ada di Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

Pekerjaan yang sedang berjalan itu dibandrol Rp40 Miliar dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.

Melalui Balai Wilayah Sungai I Manado, Provinsi Sulawesi Utara, proyek nasional ini dikerjakan sejak 5 November dengan waktu pelaksana 57 hari kalender.

Pekerjaan yang diduga bermasalah ini sempat menyeret pihak pelaksana pekerjaan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kedalam konflik.

Alih-alih memperbaiki hasil temuan, konflik kemudian melebar, imbas pun merebak kemana-mana, media yang ikut memberitakan pun tak luput dari upaya pembungkaman oleh pihak yang diduga merasa dirugikan.

[Menawarkan proyek, demi menghilangkan sebuah produk berita] pun menjadi senjata negosiasi oleh oknum yang mengaku PT Hutama Karya (Persero) demi memuluskan citra baik perusahan yang bergerak di bidang kontruksi tersebut.

Kejadian Ini tentu memperpanjang daftar gelap kasus intimidasi terhadap kebebasan berekspresi, hingga kemudian memantik perhatian bagi kalangan organisasi pers di Bolmut.

Salah satunya datang dari Pro Jurnalis Siber Indonesia (PJS) Kabupaten Bolmut.

Menurut ketua PJS Bolmut Romi Lantapa, menghapus berita merupakan tindakan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada kredibilitas dari media itu sendiri.

Ia jelaskan, menghapus produk berita bukan tidak bisa dilakukan, tapi ada mekanismenya, dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

“Alasan pencabutan harus jelas, misalnya seperti adanya pelanggaran kode etik jurnalistik, sebagai contoh berita mengandung unsur sara, kesusilaan, atau merugikan masa depan anak,” tegasnya.

Lebih jauh, dirinya juga menyayangkan upaya pihak yang merasa dirugikan dengan melakukan permintaan men-takedown (menghapus) berita.

Baginya, langkah seperti ini merupakan bagian dari intimidasi terhadap kebebasan pers.

“Seharusnya pihak yg merasa dirugikan menggunakan hak jawab sebagai bentuk profesionalisme atas dasar saling menghormati dan menjunjung tinggi kebebasan pers yang bertanggung jawab, bukan sebaliknya,” bebernya.

Sementara itu, wartawan sulawesion.com wilayah Bolmut Fandri Mamonto berpandangan sama, menurut dia, meminta menghapus berita adalah upaya melemahkan kemerdekaan pers.

Dia mengunkap, langkah seperti ini merupakan intimidasi dan serangan langsung terhadap kerja-kerja jurnalis.

Dimana yang kita ketahui tindakan intimidasi terhadap jurnalis secara langsung bertentangan dengan jaminan perlindungan hukum tentang Pers.

“Dan tentu juga ini menghalangi kerja-kerja jurnalistik,” ujar mantan wartawan Manado Post itu.

Ia menambahkan, jika tidak setuju dengan sebuah berita seharusnya harus direspon dengan cara-cara yang telah diatur dan ada mekanismenya. Bisa gunakan hak jawab atau adukan ke dewan pers.

“Bukan dengan meminta menghapus sebuah berita,” sesalnya.

Sebelumnya, wartawan liputan15.com berusaha turun ke lokasi persawahan Ollot – Sonuo. Singkat cerita, disana kami banyak bertemu dengan petani yang sedang bercocok tanam.

Pertemuan itu kami simpulkan menjadi sebuah tulisan dengan judul “Petani Sawah Soroti Proyek Irigasi Ollot Milik PT Hutama Karya: Ganggu Musim Tanam Kami”.

Sehari setelahnya, artikel lainnya juga diterbitkan dengan judul “Diduga Bermasalah, Kejari Bolmut Turun ke Lokasi Irigasi Ollot Milik PT Hutama Karya.

Nvg