LIPUTAN15–Pemerintah Indonesia terus melakukan intervensi terhadap nilai tukar. Buktinya, Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp15.082 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pagi ini, Jumat (2/11). Posisi ini menguat 46 poin atau 0,3 persen dari kemarin sore, Kamis (1/11) di posisi Rp15.128 per dolar AS. Dilansir CNNIndonesia.com.
Di kawasan Asia, rupiah menguat dari dolar AS bersama won Korea Selatan 0,91 persen. Namun, mayoritas mata uang lainnya yang kemarin bersandar di zona hijau, kini berbalik arah melemah dari dolar AS.
Peso Filipina melemah 0,11 persen, baht Thailand minus 0,1 persen, dolar Singapura minus 0,07 persen, yen Jepang minus 0,04 persen, dan dolar Hong Kong minus 0,02 persen.
Begitu pula dengan mata uang utama negara maju, kini rontok dari dolar AS. Dolar Australia melemah 0,12 persen, euro minus 0,11 persen, poundsterling minus 0,1 persen, dolar Kanada minus 0,08 persen, franc Swiss minus 0,05 persen, dan rubel Rusia minus 0,04 persen.
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memperkirakan rupiah akan melanjutkan penguatan karena sentimen dari dalam negeri masih cukup baik, meski tekanan dolar AS mulai berkurang.
“Masih ada sentimen positif, misalnya inflasi, yang diharapkan bisa membantu penguatan rupiah,” ucapnya, Jumat (2/11).
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia akhirnya mengalami inflasi sebesar 0,28 persen, setelah dirundung deflasi dalam dua bulan terakhir. Meski inflasi berarti ada kenaikan harga, namun hal ini menandakan ada geliat konsumsi dengan tingkat yang masih terjaga.
Hal ini tercermin dari inflasi secara tahun berjalan yang masih sekitar 2,27 persen dan inflasi tahunan masih di kisaran 3,16 persen. Selain itu, menurutnya, rupiah masih mendapat sentimen positif dari disahkannya Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2019 menjadi UU.
Dalam postur APBN 2019, pemerintah mematok defisit anggaran di bawah 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan nilai tukar rupiah sebesar Rp15.000 per dolar AS. Kedua indikator itu dilihatnya mendapat respons baik dari pasar.
Namun, dengan sudah mulai berbaliknya posisi mata uang beberapa negara, nampaknya sentimen positif dari akan tercapainya kesepakatan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Birtania Exit/Brexit) tidak lagi bertahan lama dan menekan indeks dolar AS. Sehingga, mengurangi sentimen positif bagi rupiah untuk menguat. (end)
Tinggalkan Balasan