LIPUTAN15.COM,BOLMUT-Tulisan ini akan sedikit membahas tentang masa kerajaan Mokapog. Meski penjelasan di bawah ini tidak dijelaskan, karena keterbatasan sumber yang dimiliki penulis.
Namun setidaknya bisa membantu pembaca dan khususnya generasi muda yang berada di tanah adat Binadow ini agar supaya bisa mengenal sejarah dan leluhurnya.
Semoga pembaca bisa memaklumi tulisan ini dengan pandangan yang positif serta sanggahan yang bisa dicernah jika ada diskusi-diskusi kecil yang terjadi.
Terpilihnya Dotinggulo sebagai Raja/Dotu atau ‘Ketua’ pertama di negeri Mokapog (Bolang Itang) karena memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan yang dilakukan diantara para pimpinan kelompok yang menghadiri bakid/bokiru tersebut.
Dengan demikian beliaulah yang naik dan menduduki singgasana kerajaan sebagai Raja/Dotu pertama Kedatuan ini. Kelak karena bijaksananya beliau membina kedatuan ini sehingga orang-orang Mokapog mengagungkannya dengan nama:
“Dotutinggulu”, Artinya Raja/Dotu yang hebat, yang diandalkan sebagai ‘soko guru’, atau “balak salawaku” (tiang raja) pada rumah atau dikatakan juga sebagai penolak bala (penangkal bahaya) yang datang mengancam.
Konon, dikalangan orang Mongondow beliau disebut sebagai “Dokosinggulo”, artinya kalau ada yang datang dengan maksud akan menyerang atau dengan maksud jahat akan dapat segera ditahan atau ditangkis beliau.
Juga kalau beliau bermaksud untuk menyerang suatu negeri maka serangan itu tidak dapat ditangkis pihak lawan.
Selain itu beliau juga memiliki keahlian menyembuhkan orang dengan pengobatan tradisional Musyawarah atau pertemuan besar yang diadakan itu (pertemuan atau “bokiru”, bakid), tampillah beberapa pembicara terkenal dengan menguraikan isi hati mereka masing-masing.
Diantaranya : Kahinga (yang tertua diantara mereka) berbicara dalam bahasa Bolangitang Lama: “Mairu kita nita mososobotu kania botu, motomuki, agu motonotu”. (Marilah kita sekalian bersatu seperti sebuah batu, mengangkat Permaisuri dan Raja). Demikian antara lain ucapan beliau.
Pugu-Pugu (Saudara laki-laki Dotinggulo) berkata antara lain: “Leina kiota (ki Doti) aivuisa agu ai tuhuka nousato, ko vukiru agu ko abigu” (Hari ini dia (Doti) kita mulai pelihara, antarkan sebahagian hasil sawah/ladangmu hai saudara-saudara, baik yang berada di gunung ataupun dilembah.
Dotinggulo (yang kemudian terpilih dalam musyawarah itu) berkata dengan nada yang sangat meyakinkan:
“Kiotolu guhango agu usato! Nonalamai tambato, pokodokalo gogule, monone, molunaso, mosayu, molamako” (Hai orang-orang tua dan saudara-saudara! Anda semua yang telah mewariskan tempat ini, untuk itu besarkanlah harap dan pinta (anda), berhati bersih, beritikad baik, jujur mulia-gagah, lapang dada, luas pertimbangan, tidak mengenal dengki dan iri satu sam lain).
Selanjutnya beliau berkata lagi (berupa sumpah) yaitu: “Kiko kumuntalo, moinggagu kodo lalo,mosopito, movunggalo” (Siapa yang mungkir janji (nanti) , akan kering sendirinya seperti pohon yang sudah mati , (dahan-dahannya) patah dan (pohonnya) rebah ke tanah .
Dengan demikian Dotinggulo menjadi raja/dotu di Kerajaan Sejarah Mokapog dan serta merta membentuk menyusun organisasi pelaksana pemerintahan (kabinet) sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Dalam komposisi pemerintahan ini terdapat pula para pejabat yang bukan asli Mokapog seperti: Lantiuna, Ginibola, Baguna; yang berarti bahwa Dotinggulo cukup bijaksana dalam menangani hal ini dengan memperhitungkan kecakapan seseorang dan bukan hanya semata-mata dari segi asli orang Mokapog saja. (asli Mokapog ini disebut “madihutu”).
Selain susunan pemerintahan tersebut diatas, Dotinggulo pun menunjuk / mengangkat beberapa pejabat khusus yang bersifat operasional memegang wilayah tertentu, yaitu:
Pemegang kuasa pemerintahan dari Mokapog ke hulu sungai Bolangitang ialah Solagu (dari kata “soolagu” = satu bangsa / satu turunan) yang berkedudukan di gunung Lagu.
Mokapog dibagi atas 3 wilayah (balok, blok; di Minahasa disebut “walak” yakni:
Balok Lagang (“Lagongo”, bagian atas atau sebelah atas) ialah Longgobu (berkedudukan di Vuntu / Gunung Lagongo).
Balok Toluaya (bagian tengah) ialah Jacob Goma (berkedudukan di Gunung Giogoso dan menguasai tanah yang datar).
Balok Vunong (“Vunongo”, bagian bawah atau sebelah bawah) ialah Lei (berkedudukan di Gunung Butu —Tobiho).
Kepala-kepala balak / wilayah ini disebut “Ulea” atau kemudian disebut “Marsaoleh”.
Dalam susunan pemerintahan terdapat nama-nama jabatan yang rasanya sangat perlu untuk dijelas kan disini yaitu:
“Bobato”: seluruh pejabat, anggota kabinet atau Dewan Pemerintahan.
“Dotu”: raja, kepala pemerintahan, penguasa tertinggi.
“Peresidengo”,
Presiden Raja: Putra Mahkota atau Raja Muda (calon pengganti raja, berkedudukan di Vunong).
Gogugu” ini sama sekali tidak boleh menjadi raja walau pun ia putra raja.
“Kapita Lau”: Penguasa Lautan, pimpinan Angkatan Laut (berkedudukan di Lagang)
“Kapita Parango”: Kepala Pasukan, Panglima Perang.
“Kapita Raja” (Kapitan Raja); Pengawal / Ajudan Raja.
“Anako Pulu”: Asisten Pribadi Raja, pengasuh / penjaga putra-putri Raja dan orang bangsawan.
“Ulea” (Marsaoleh): Kepala Balak (“Ulea” berarti tempat sandaran, tempat menyandarkan sesuatu supaya tidak rebah; maksudnya tempat rakyat meminta petunjuk, nasehat).
“Sangadi”: Kepala Desa (di Minahasa: Hukum Tua, di Gorontalo: Ayahanda, di Sangir Talaud, Opo Lao, di Jawa: Lurah). Desa disini wilayah yang lebih kecil dari Balak (“sangadi” cabang pemerintahan yang lebih kecil, “sanga” = cabang).
“Paha” atau “Bono”: petugas pemerintahan langsung dibawah sangadi, langsung berhubungan dengan rakyat. “Paha” atau “Pahala” atau “Pahala: wango” artinya tempat meletakkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan, pelaksana pemerintahan langsung dengan rakyat.
Selain itu ada lagi bobato-bobato lain seperti:
“Manyo: ru Dokalo” (pemegang kuasa adat, akhli adat, penasehat raja dalambidang adat).
“Manyo:ru Dokalo” = Mayor Besar).
“Manyo: ru (Mayor) pangkat setingkat lebih rendah dari “Manyo:ru Dokalo”.
“Huku Manyo: ru” (Hukum Mayor), akhli hukum adat, pemutus sengketa atau perkara.
“Sabandaru” (Syahbandar), penguasa pelabuhan.
Para pejabat tersebut diatas mendampingi raja sesuai dengan urusan masing-masing.
Bolang Itang, 5 Februari 2022.
Tulisan ini merupakan penjelasan yang disadur dari Buku Sejarah Singkat KERAJAAN KAIDIPANG BESAR (Kaidipang dan Bolangitang) yang Disusun oleh DRS. H. T. USUP (Almarhum) Dosen IKIP Manado – Terbitan II tahun 1979.
Herman Dunggio
5 februari 2022
Tinggalkan Balasan