LIPUTAN15.COM-Direktur Solusi dan Advokasi Institut (SA Institut), Suparji Ahmad mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang telah menetapkan tersangka kasus pelanggaran HAM berat Paniai 2014 dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Menurutnya, hal ini menunjukkan ada kesungguhan dari Korps Adhyaksa untuk menuntaskan peristiwa tersebut.
“Penetapan tersangka terhadap satu orang dari unsur TNI terkait kasus Paniai pada 2014 silam patut diapresiasi karena hal ini termasuk perkembangan positif. Tentu kita berharap Kejaksaan terus mendalami sehingga terang benderang,” kata Suparji dalam keterangan persnya.
Suparji juga menilai bahwa tidak tepat apabila kasus ini sampai kepada pimpinan tertinggi. Pasalnya, saat itu yang terjadi adalah aksi spontan dan hanya melibatkan pihak-pihak yang ada di lokasi tersebut.
Maka, ia menekankan bahwa yang patut dimintai pertanggungjawaban pidana adalah pada tingkat pengendali lapangan. Jika melebihi itu, dikhawatirkan malah terjadi bias pertanggungjawaban pidana.
“Peristiwa paniai itu cenderung pada peristiwa yang terjadi karena antisipasi terhadap kerusuhan yang terjadi dan bersifat spontan. Oleh karena itu level pengendalian pasukan, menurut hemat kami tepat pada level pengendali lapangan. Jadi, terlalu jauh dan tidak adequate ketika pertanggungjawaban di tingkat pimpinan tinggi,” ulasnya.
Ia meminta kepada masyarakat untuk menahan diri dari spekulasi karena saat ini proses hukum sedang berjalan.
Oleh karena itu, ia meminta agar seluruh pihak menghormati proses hukum tersebut.
“Untuk lebih dalam memahami duduk perkaranya kita lihat dan kita ikuti perkembangan fakta, yang pastinya tidak akan terlalu lama lagi akan di gelar di pengadilan HAM yang terbuka untuk umum. Jadi sebaiknya semua pihak menahan diri,” tuturnya.
Suparji sepakat bahwa seluruh pelanggaran HAM harus ditindak secara hukum dan penanganan peristiwa HAM berat oleh Kejagung ini sekali lagi perlu diapresiasi.
Terlebih, pembuktian peristiwa peristiwa pelanggaran HAM berat bukanlah suatu hal mudah.
“Di samping itu ada juga permasalahan perolehan alat bukti juga terkait situasi kondisi sosio kultural yang melingkupi peristiwa HAM yang terjadi,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan