LIPUTAN15.COM,TOMOHON-Drs Johny Runtuwene dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPRD Tomohon menyorot aturan soal Pimpinan DPRD.

“Mari kita bedah aturan. Dalam PP 12/2018 khususnya Pasal 33 poin a, yang disebutkan itu adalah Pimpinan DPRD. Bukan menyebut Ketua DPRD, bukan pula Wakil Ketua DPRD, tetapi Pimpinan DPRD,” ujar politisi senior Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Kota Tomohon ini.

Bunyi aturan itu, bahwa Pimpinan DPRD mempunyai tugas dan wewenang dalam hal memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan.

“Jadi, saya dan pak Erens selaku Pimpinan DPRD bukan hanya mempunyai tugas tetapi juga mempunyai wewenang yang sama dan setara untuk memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan. Apalagi kita ini kolektif kolegial (Pasal 35 PP 12/2018),” tutur Johny Runtuwene yang juga Bendahara DPC PDI Perjuangan Kota Tomohon.

Satu yang perlu digarisbawahi bersama, sambung Johny Runtuwene, bahwa kita di DPRD ini bukan atasan-bawahan dan tidak saling membawahi satu sama lain.

Sehingga harus dipahami pula bahwa paripurna tingkat II ini tidak dapat ditutup secara sepihak.

Oleh karena jikalau sudah ditutup itu berarti sudah harus menghasilkan keputusan rapat, apakah menyetujui bersama atau tidak menyetujui (menolak) Ranperda P-APBD 2023 tersebut (Pasal 9 ayat 4 PP 12/2018).

Ini logika hukum sederhana, sudah jelas dalam Tatib bahwa rapat paripurna Ranperda P-APBD 2023 output-nya pengambilan keputusan bukan hanya bersifat pengumuman (Pasal 93 PP 12/2018).

“Pelaksanaan paripurna Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2023, bahwa saya bersama pak Erens Kereh selaku Pimpinan DPRD dan teman-teman Anggota DPRD yang hadir memandang bahwa paripurna itu ditutup secara ilegal dan cacat hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pungkasnya.