LIPUTAN15.COM, BOLMUT – Seleksi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara diduga dikenderai praktik Nepotisme.

Tudingan dugaan nepotisme ini mencuat setelah keluarga salah satu peserta yang dinyatakan tidak lulus merasa ada yang aneh dalam proses seleksi.

“Proses seleksi sangat tidak adil, anak kami yang jelas-jelas telah diakui dalam proses setiap tahapan seleksi, tidak lolos saat pengumuman kemarin,” ungkap keluarga saat ditemui media ini, Selasa (28/5/2025).

Keluarga menceritakan bagaiamana hasil ini sangat berat untuk anak dan meraka terima.

“Anak saya pada saat pengumuman berada di tanda hijau atau paling atas posisinya. Kan ada 3 tanda itu: hijau (posisi atas) kuning (posisi tengah), merah (posisi bawah). Artinya teratas, tiba-tiba berubah,” sesalnya.

Padahal, lanjutnya, setiap seleksi telah ia ikuti, mulai dari tahap I dari 180 lebih peserta anaknya dinyatakan lulus, sampai pada tahap II 80an peserta terpilih lagi, ketika pengumuman terakhir tahap III yang akan dipilih berjumlah 33 orang, anak saya dinyatakan tidak lulus.

“Informasi yang kami terima beragam, ada yang mengatakan dia masih kelas I SMA, mungkin alasan mereka masih ada tahun-tahun mendatang, padahal disatu sisi ada peserta yang lulus dikelas yang sama,” ungkap keluarga dengan wajah kecewa.

Belum lagi, anaknya ini, ia ungkapkan telah dibekali pelatih untuk jenjang lebih panjang.

“Dia masuk 6 besar perwakilan paskibraka Provinsi dari 18 peserta, keenam peserta termasuk anak saya terbagi menjadi 3 orang dengan pembagian 3 perempuan 3 lelaki. Dari 6 orang ini kemudian disaring untuk menentukan 2 nama untuk tingkat Provinsi. Anak saya tidak lulus,” katanya.

Artinya keluarga melihat, setingkat provinsi saja bisa masuk keterwakilan 6 orang, sementara untuk skala kabupaten bisa gugur. Kan aneh.

Sementara itu menurut penjelasan ketua Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten Bolmut, Norisman Tumuhu mengatakan, sampai di akhir tahapan, kami PPI terus berusaha objektif.

Menyoal lulus dan tidak lulus, lanjutnya, kami dari PPI dan TNi/Polri jelas memiliki satu prespsi dalam penilaian. Itu jelas.

“Tidak yang saling mengintervensi,” ujarnya.

Namun, dirinya tak menampik, didalam proses itu ada dinamika untuk mencapai hasil akhir yang mungkin keluarga merasa keberatan.

Jika hal-hal ini terjadi, menurut Noris, PPI terus membuka ruang.

“Silahkan jika mengkomplein, ajukan keberatan ke Dinas teknis,” singkatnya menambahkan.

Nvg