LIPUTAN15.COM, BOLMUT – Niat baik Pemerintah Desa Sonuo, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara membangun jamban bagi masyarakat rupanya tidak semulus kenyataan.
Proyek jamban yang menelan ratusan juta anggaran Dana Desa (DD) tahun 2025 ini menuai sorotan dari masyarakat.
Menurut mereka, kualitas bangunan menjadi alasannya.
“Kualitas dari bangunan jamban ini tak layak, apalagi jika dibandingkan dengan total pagu anggaran yang tertata,” cerita warga yang belum bersedia dipublis kepada media ini dilokasi pekerjaan, Rabu (23/7/2025).
Warga tersebut menerangkan, per unit pekerjaan ini memakan anggaran Rp13 jutaan lebih, didalamnya itu sudah dengan upah pekerja dan yang membuat gambar.
“Upah pekerja Rp4 jutaan, jadi masih ada sisa sekitar Rp9 jutaan. Harusnya dengan dana sisa sekian itu tentu kualitas bangunan tidak seperti ini,” sesalnya sembari memperlihatkan gambar bangunan.
Keluhan serupa juga dialami penerima bantuan lainnya, demi menjaga kualitas dari bangunan agar bertahan lama, salah satu penerima bantuan tersebut juga harus merogoh kocek dari kantong pribadinya.

“Bangunan yang satunya, penerima harus kase keluar uang sekitar Rp1.100 untuk menambah bagian bangunan, kalau tidak dibuat seperti topi bagian depannya pasti akan basah saat turun hujan,” jelasnya.
Dengan kondisi bangunan saat ini, meraka menilai bangunan yang seharusnya bertahan lama bisa lebih cepat rusak.
Ditemui dirumahnya, Sangadi (Kepala Desa) Sonuo Harsono Puasa membenarkan terkait adanya unit pekerjaan jamban di Desanya.
“Ada 11 unit bangunan keseluruhannya, yang pekerjaan sudah 100 persen itu ada 3 unit terletak di Dusun lima, untuk tahap pertama ada 6 unit pekerjaan, sisahnya itu tahap selanjutnya,” jelasnya.
Lebih jauh, ia terangkan, bantuan ini kita bijaksanai berdasarkan kondisi yang kami lihat di masyarakat.
“Jadi anggaran ini kita bijaksanai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT). Nah, tahun ini penerima BLT itu kan berkurang, jadi kita alokasikan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan jamban,” ungkapnya.
Mengenai pemotongan upah pekerja yang diambil untuk membayar upah yang membuat gambar, Harsono terangkan, sudah melalui kesepakatan bersama, tidak sepihak.
Ia menerangkan, tahun ini desa itu tidak lagi diperkenankan menata anggaran untuk teknisi menghitung, sehingga disepakati bersama untuk upah menggambar itu diambil dari pagu anggaran jamban.
“Jadi kebijakan ini kita lempar pada pertemuan waktu itu bersama Badan Permusywaratan Desa (BPD), sebelum disepakati. Jadi semua dilakukan terbuka tidak ada yang ditutupi lagi,” terangnya.
Ia jelaskan, untuk satu unit bangunan upah menggambar itu Rp250 ribu.
“Mengenai penambahan bangunan itu, sudah disepakati juga, kalau ada yang menambah itu bukan lagi urusan desa, tapi pribadi jika memiliki dana lebih, silahkan,” singkatnya.
Harsono juga tak keberatan jika dalam setiap kebijakan terjadi pro dan kontra, menurut dia, itulah berdemokrasi.
“Yang saya inginkan itu jika ada yang merasa belum puas, kantor desa dan rumahnya selalu terbuka untuk masyarakatnya,” singkat Sangadi 3 periode ini.
Nvg
Tinggalkan Balasan