LIPUTAN15, SANGIHE — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Sangihe menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan komisi untuk membahas polemik pencabutan ijin pangkalan Minyak Tanah (MT) di Kampung Petta Selatan dan Kampung Likuang, Kecamatan Tabukan Utara (Tabut) Rapat tersebut berlangsung di Gedung Paripurna DPRD Sangihe, Senin (27/10/2025).

RDP dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sangihe, Marvein Hontong, SH, didampingi Wakil Ketua Rizald Paulus Makagansa, serta dihadiri anggota DPRD, Asisten II Setda, dan perwakilan Bagian Ekonomi Setda Sangihe.

Permasalahan muncul setelah Bagian Ekonomi Setda Sangihe diduga melakukan pemutusan sepihak terhadap izin pangkalan minyak tanah yang masih berlaku hingga tahun 2026.

Perwakilan masyarakat Petta Selatan dan Likuang, Johan Lukas dalam keterangannya menilai tindakan pemerintah tersebut sebagai bentuk kesewenang-wenangan.

“Kami mempertanyakan dasar pencabutan ini. Izin pangkalan masih aktif dan masyarakat masih dilayani, tapi tiba-tiba muncul izin baru dan penyaluran dialihkan. Ini sangat merugikan masyarakat,” ujarnya.

Menurut Johan, kejadian serupa juga mulai terjadi di Kampung Likuang. Ia meminta pemerintah menjelaskan alasan di balik perubahan kebijakan yang dinilai tidak transparan.

Wakil Ketua DPRD, Rizald P Makagansa, turut menyoroti pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam proses pencabutan tersebut.

“Bagian Ekonomi seharusnya berpegang pada SOP yang berlaku. Tidak bisa serta-merta mengganti pangkalan hanya karena ada teguran tanpa mekanisme yang jelas,” tegasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Ekonomi Setda Sangihe, Mariana Kuheba, menjelaskan bahwa pengalihan pangkalan dilakukan berdasarkan adanya pelanggaran serta permohonan resmi dari pihak yang ingin membuka pangkalan baru.

“Kami memproses permohonan pendirian pangkalan baru berdasarkan rekomendasi dari Kapitalaung dan Camat setempat. Setiap keputusan melalui kajian dan hasil pertemuan lapangan,” jelas Mariana.

Rapat berlangsung cukup alot dengan berbagai argumen antara pihak legislatif, pemerintah, dan perwakilan masyarakat. Setelah mendengarkan seluruh pandangan, pimpinan rapat Marvein Hontong bersama Rizald Makagansa dan komisi gabungan akhirnya sepakat mengembalikan kontrak pangkalan minyak tanah kepada pihak lama.

Selain itu, DPRD juga mendesak Bagian Ekonomi Setda Sangihe untuk memberikan penjelasan serta transparansi terkait dasar hukum penghentian pangkalan, agar tidak terjadi lagi kebijakan sepihak yang merugikan masyarakat.

“Ke depan, setiap kebijakan harus berlandaskan aturan dan mekanisme yang jelas. Jangan sampai rakyat yang dirugikan,” tegas Marvein Hontong. (D’ka)