LIPUTAN15.COM — Aneka keripik Indonesia berbahan ubi dan singkong ternyata sangat digandrungi masyarakat Korea Selatan. Apalagi berbagai keripik tersebut diolah dengan bahan organik seperti minyak kelapa.
Masyarakat Korea yang memang memiliki kesadaran tinggi dalam gaya hidup sehat tentunya tak menyia-nyiakan berbagai keripik Indonesia tersebut. Nikmat di lidah, sehat di badan. Hal tersebut yang selalu didambakan penggemar kuliner di mana pun, terutama masyarakat Korsel.
Hal inilah yang dibidik pelaku pasar makanan ringan Indonesia yang mengikuti ajang Seoul Food 2018 di KINTEX, Seoul, Korea Selatan. Tak ayal, selama empat hari pameran, yaitu pada 1-4 Mei 2018, Paviliun Indonesia berhasil meraih total transaksi langsung dan transaksi prospektif sebesar US$ 8,19 Juta atau senilai 113 miliar rupiah. Nilai ini disumbang dari penjualan berbagai jenis kripik, biskuit, wafer, dan makanan olahan lainnya.
Duta Besar RI untuk Korsel Umar Hadi tersenyum menyambut hasil ini.”Korsel merupakan pasar yang berpotensi besar untuk makanan ringan Indonesia. Karenanya kita terus menggarap serius (potensi) ini,” kata Dubes Umar lewat rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (5/5).
Lebih lanjut mantan Konjen RI di Los Angeles ini menyampaikan makanan ringan di Korsel tidak hanya mementingkan rasa yang bervariasi, tetapi juga bahan baku alami dan proses pembuatannya.”Tren yang berkembang di Korsel saat ini adalah ‘back to basic food’, ditambah packaging yang menarik. Semua itu tentunya akan meningkatkan nilai tambah dari produk yang dijual,” tutur Dubes.
Paviliun Indonesia kali ini melibatkan pengusaha-pengusaha yang membawa produk-produk yang telah dipilih agar sesuai dengan permintaan pasar Korea. Di samping itu, juga dilibatkan seorang pengusaha Indonesia yang telah berhasil masuk pasar Amerika Serikat dalam skala besar, yang berbagi pengalamannya dalam inovasi produk dan desain kemasan.
Paviliun Indonesia dalam ajang Seoul Food 2018 ini menempati area seluas 90 meter persegi. Produk yang dipasarkan dikurasi secara khusus disesuaikan prospek pasar Korsel. Hasilnya, beragam jenis makanan olahan dari kripik, biskuit, kacang, wafer, krimer hingga nata de coco mendapatkan sambutan luar biasa.
Korsel menempati peringkat ke-14 sebagai negara pengimpor makanan olahan dunia, dan peringkat ke-3 di Asia setelah Jepang dan Tiongkok. Impor makanan olahan Korsel senilai US$9,33 miliar dengan kecenderungan peningkatan sebesar 7,98% setiap tahunnya.
Indonesia masih berada di peringkat ke-16 eksportir makanan olahan di pasar Korsel, masih kalah oleh Filipina, Thailand dan Vietnam.
Namun hal yang menggembirakan adalah makanan olahan Indonesia mulai diterima masyarakat Korsel. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan pertumbuhan ekspor sebesar 45,31persen dari US$92,38 juta pada 2016 menjadi US$134,24 juta pada 2017.
Tinggalkan Balasan