LIPUTAN15.COM– Kepolisian menyatakan rangkaian teror bom di Surabaya masih terkait dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Serangan bom itu terkait kerusuhan narapidana teroris di Mako Brimob, Depok.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, rentetan aksi bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya dilakukan secara terorganisasi. Mereka saling berkoordinasi sebelum melancarkan aksi.

Menurutnya, aksi terencana merupakan salah satu ciri kelompok JAD. Mereka tidak mengenal prinsip melancarkan aksi atas inisiatif sendiri.”Secara berkelompok. Mereka ada koordinasinya karena mereka itu struktural. Beda dengan lonewolf. Kalau lonewolf itu kan sendiri-sendiri,” kata Al Chaidar di kantor CNNIndonesia.com pada Senin (14/5).

Al Chaidar mengatakan, JAD memiliki pemimpin yang memberi arahan. Menurutnya, garis komando JAD terbagi dua yakni Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur.”Aman Abdurrahman, Ustaz Mukhlis pimpinan di bagian Barat. Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di bagian timur,” katanya.

Al Chaidar mengatakan arahan untuk melancarkan aksi berasal dari balik jeruji besi. Kelompok JAD selalu berkoordinasi meski pimpinannya berada di tahanan.

Koordinasi dilakukan dengan dua cara, yakni secara lisan dan melalui ponsel. Al Chaidar mengatakan para teroris biasanya menggunakan aplikasi Telegram untuk berkoordinasi antara mereka yang di dalam dan di luar tahanan.”Telegram tidak bisa disadap oleh siapapun termasuk polisi Indonesia. WhatsApp bisa disadap,” katanya.

Al Chaidar mengatakan para pimpinan di dalam tahanan kerap memberi arahan melalui rekaman suara. Nantinya, rekaman suara itu disebar melalui media-media sosial, seperti Facebook, Youtube, dan Instagram.”Nah, kalau itu aplikasi pintu depan. Kalau telegram aplikasi pintu belakang karena berisi urusan dapur mereka. Enggak boleh banyak yang tahu,” ucapnya.

Pengalaman Merakit Bom:

Meski polisi menemukan banyak bom di tempat berbeda, Al Chaidar mengatakan anggota JAD tidak memiliki kemampuan merakit bom sendiri. Mereka hanya memiliki satu orang pembuat bom.

Terkait bom bunuh diri di Surabaya, Al Chaidar mengatakan para pelaku menerima bom yang siap diledakkan dengan mengambil atau diantar langsung.

“Berbeda dengan lonewolf seperti Bahrun Naim. Mereka aksi sendiri, bikin bom sendiri juga,” ucapnya.

Bahrun Naim, pentolan ISIS asal Solo yang diduga mendalangi sejumlah aksi teror di Indonesia. (Dok. Istimewa)
Ahli bom JAD diduga merupakan alumni Afganistan dan Mindanao, Filipina. Namun ahli tersebut tidak memahami teori perakitan bom.

Berbeda dengan dr. Azhari dan Noordin M. Top yang memahami perakitan bom secara teori, ahli bom JAD merakit alat peledak hanya berdasarkan pengalaman dan latihan.

“Ya, pokoknya bukan seperti rakitan tapi seperti pabrikan. Bagus sekali, rapi, bagus. Walaupun dia tidak bisa menghitung kekuatan baterainya berapa, detonatornya, kemudian kabelnya berapa, resistornya berapa,” kata Al Chaidar.

Al Chaidar mengatakan ahli perakit bom JAD merupakan mantan anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Dia belum pernah tertangkap lantaran keluar MIT sebelum polisi gencar menangkap anggota kelompok tersebut.”Dia temannya Taufik Bulaga, Upi Lawanga. itu adalah anggota kelompok MIT yang kemudian keluar dari kelompok itu, kemudian tidak bisa ditangkap oleh polisi karena dia keluar duluan,” katanya.

Pemantik Kekuatan JAD:

Al Chaidar mengatakan JAD sempat mengalami penurunan jumlah anggota lantaran polisi gencar menangkap kelompok yang berafiliasi dengan ISIS itu. Namun, kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, memperkuat kembali anggota dan simpatisan JAD./Kejadian di Mako Brimob itu pemantik luar biasa,” katanya.

Al Chaidar menjelaskan banyak anggota JAD yang ditangkap, tewas, dan bersembunyi sepulang dari Suriah. Namun mereka yang bersembunyi tergerak kembali dan mengikuti instruksi pimpinan ketika mengetahui insiden di Mako Brimob.

  • Kelompok JAD juga semakin kuat lantaran anggota yang mulanya berbeda pandangan, kini terpantik berjihad. Begitupun anggota JAT dan kelompok lain yang mulanya tidak menyukai JAD.

“JAT itu kan tadinya enggak suka, kemudian ikut bergabung sekarang. Artinya ya jihad itu mengintegrasikan kelompok-kelompok yang tadinya berbeda. Jadi siapa yang memulai dia yang akan menjadi leading,” ucapnya.

Menurut Al Chaidar, ada dua faktor mengapa insiden di Mako Brimob dapat menggerakkan semangat jihad.

Pertama, banyak pimpinan JAD berada di dalam Mako Brimob. Mereka tidak terima pimpinan kelompok Islam yang selama ini disegani meski berbeda pandangan, dizalimi oleh kepolisian.

Faktor kedua, lantaran melihat geliat kelompok JAD di Mako Brimob mampu membuat kerusuhan dengan sebegitu hebatnya, padahal tengah berada di dalam ‘kandang singa’.

Hal itu menggerakkan simpatisan JAD yang masih bebas lebih bersemangat untuk melancarkan aksi.

“Bayangkan, orang yang di luar yang bebas masa enggak dapatkan senjata, di dalam ternyata [bisa]. Jadi begitu analoginya mereka,” kata Al Chaidar.