LIPUTAN15.COM – Kejadian ular piton menelan manusia dewasa berusia 45 tahun menggemparkan dunia. Insiden ini terjadi di Desa Lawele, Kecamatan Lohia Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra) Jumat (15/6).
Ini sangat mengejutkan hingga muncul banyak pertanyaan tentang insiden itu. Bagaimana bisa?
Pertama-tama, adalah sebuah fakta ilmiah bahwa ular piton dapat tumbuh sepanjang 7 meter. Hal ini merupakan fenomena wajar untuk jenis ular pelilit seperti piton.
Panjang ukuran tubuh berkorelasi dengan kekuatan daya lilitan seekor ular. Semakin panjang ukurannya, akan semakin kuat daya lilitan piton terhadap mangsanya.
Piton Sultra berukuran 14,85 meter, sehingga masuk akal ia mampu melilit manusia dewasa. Namun, komunitas akademik masih tak percaya piton mampu menelan manusia.
“Faktor yang membuat seekor ular piton menelan manusia adalah karena kehadiran tulang belikat manusia. Tulang itu sulit untuk dilumat oleh hewan sekaliber ular piton,” ujar Mary-Ruth Low, peneliti, ahli konservasi, dan ahli ular piton dari Wildlife Research Singapore seperti yang dikutip dari BBC.
Untuk menelan manusia ke dalam perutnya, ular piton harus mampu menghancurkan terlebih dahulu tulang belikat manusia. “Ular piton memang eksklusif mengonsumsi mamalia, dan terkadang reptil seperti buaya,” kata Low.
Ular mampu menelan mangsa yang lebih besar seiring dengan pertumbuhan tubuhnya. “Semakin besar tubuhnya, semakin besar mangsanya,” ungkap Low.
Pada beberapa kasus, ular piton turut memangsa hewan dengan ukuran dua kali lipat lebih besar dari ukuran tubuhnya.
Sapi atau babi adalah salah satu contoh hewan besar yang mampu ditelan ular piton. Namun, menelan manusia bukan kebiasaan hewan melata tersebut.
Apakah Kasus di Sultra Jadi yang Pertama? Hanya kasus-kasus tertentu ular menelan manusia, itu pun bukan ular besar dengan mangsa besar pula seperti di Sulawesi Barat. Lalu, apakah insiden Sulawesi Barat adalah yang pertama?Bisa ya, bisa tidak.
Kasus di Sultra mungkin menjadi yang pertama di dunia dengan bukti dokumentasi visual yang sangat riil dan terverifikasi. Pada era digital, semua orang mampu dengan mudah mendokumentasikan kejadian dan menyebarluaskannya di dunia maya serta media sosial.
Tapi itu bukan kasus pertama dalam sejarah manusia. Hasil penelitian Thomas Headland, Antropolog kawakan, menjelaskan bahwa Suku Agta–sebuah suku etnik di pedalaman Filipina–mengklaim anggota sukunya kerap kali diserang ular piton.
Namun di peradaban modern, insiden tersebut sangat jarang terjadi. Jika ada, insiden itu dapat dikategorikan sebagai bentuk pertahanan diri si piton.
Ahli ular dari Universitas Brawijaya, Indonesia, Nia Kurniawan menjelaskan kepada BBC bahwa ular piton sangat sensitif pada getaran, suara, dan panas yang dipancarkan dari lampu.
Tiga aspek itu yang membuat biasanya ular menjauhi lokasi yang ditempati manusia. Namun, ular punya daya ingat yang baik terhadap lokasi berburunya.
“Mungkin saja korban naas berada di wilayah berburu ular piton itu,” ujar Nia Kurniawan kepada BBC.
Tinggalkan Balasan