LIPUTAN15.COM–Nasip  Setya Novanto (Setnov) seperti terjatuh tertimpa tangga. Sebab KPK selain memenjarakan Setnov juga menyita hartanya.

Istri Setya Novanto (Setnov), Deisti Astriani Tagor, mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (18/9).

Salah satu kesepakatan yang dibuat dalam pertemuan itu adalah pihak keluarga untuk membayar uang pengganti kerugian negara dibebankan kepada Setnov dalam perkara korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Kedatangan Deisti karena sebelumnya KPK melakukan pemindahbukuan uang di rekening Bank Mandiri milik Setnov. Kehadirannya diterima oleh Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK.

“Dalam koordinasi tersebut Deisti menyampaikan pada prinsipnya bersedia membayar seluruh uang pengganti secara bertahap,” kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah pada Selasa (18/9). Seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Selain itu, Jaksa KPK yang akan melakukan eksekusi juga diberikan kuasa menerima uang ganti rugi tanah berlokasi di Jati Waringin, Bekasi, Jawa Barat. Tanah itu masuk dalam pembebasan lahan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
“Sedangkan untuk tanah dan bangunan di daerah Cipete, Jakarta Selatan akan dijual oleh keluarga SN dan uang hasil penjualan akan disetor ke rekening KPK sebagai bagian dari cicilan pembayaran uang pengganti. Total estimasi nilai tanah di Jatiwaringin dan tanah dan bangunan di Cipete adalah sekitar Rp13 miliar,” ujar Febri.

Hingga saat ini Setnov disebut baru membayar sebesar Rp1.116.624.197 ditambah Rp5 miliar. Jika tidak dibayar maka menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi akan dilakukan penyitaan aset Setnov yang dilelang dan kemudian hasilnya buat negara.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengatakan, bahwa Setnov dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Setnov divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban pembayaran uang pengganti 7,3 juta dolar AS (sekitar Rp65,7 miliar dengan kurs Rp9.000 per dolar AS proyek e-KTP dilakukan) dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan dalam proses penuntutan.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan. (end)