Menurutnya, koalisi parpol pendukung pemerintah yang telah terbangun dengan melibatkan tujuh parpol berpotensi membuat capres mendatang hanya berasal dari tujuh parpol tersebut.

“Tentu saja tidak mungkin akan muncul calon presiden selain yang mereka ajukan. Bisa jadi kemudian yang ada calon boneka. Yang kalah pada akhirnya dapat posisi, Menteri Pertahanan atau Menteri Parekraf. Kayak gitu lah,” sindir La Nyalla.

Selain kompromi tak sehat, dia melanjutkan presidential threshold sebesar 20 persen juga berpotensi menyebabkan konflik yang tajam di masyarakat.

“Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berantem, berselisih. Dan itu masih terjadi sampai detik ini,” ujarnya.

“Padahal banyak sekali anak-anak bangsa yang mampu sebagai pemimpin. Tapi karena ada ambang batas itu jadi tidak bisa. Jadi tertutup sudah,” tambahnya

Sebagai informasi, ambang batas pencalonan presiden di pasal 222 UU Pemilu selalu menarik perhatian. Pasal ini setidaknya sudah digugat 13 kali di Mahkamah Konstitusi. Namun, belum ada satu pun gugatan yang dikabulkan.