LIPUTAN15.COM-Gelombang protes dan kecaman tindakan invasi Rusia di Ukraina yang dilakukan Presiden Vlamidir Putin ramai ditolak warga sipil, pengusaha, oposisi, hingga media di Rusia.
Bahkan, Pengusaha Rusia Alex Konanykhin dilaporkan membuat sayembara tangkap Putin sebagai penjahat perang dengan hadiah US$1 juta atau sekitar Rp14,3 miliar.
Ia menyebut alasan dari sayembara tersebut adalah beban moralnya sebagai warga Rusia.
“Saya berjanji membayar US$1 juta kepada petugas yang, sesuai dengan kewajiban konstitusional mereka, menangkap Putin sebagai penjahat perang di bawah hukum Rusia dan internasional,” tulis Konanykhin.
“Sebagai seorang etnis Rusia dan warga negara Rusia, saya melihatnya sebagai kewajiban moral saya untuk memfasilitasi denazifikasi Rusia,” ujar Konanykhin dalam sebuah unggahan di Facebook, Rabu (2/3).
Ia juga menyatakan bakal terus memberikan bantuan kepada Ukraina di tengah menghadapi serangan Rusia.
Kemudian, Alexei Navalny, oposisi Putin ikut mengecam dan menyerukan warga Rusia untuk melancarkan gerakan pembangkangan nasional di negara itu menolak invasi di Ukraina.
“Putin menyerukan perang ke Ukraina dan mencoba membuat semua orang berpikir Ukraina diserang oleh Rusia, yang mana, oleh kita semua. Namun itu tidak benar,” tulis kubu Navalny dalam akun Twitter mereka, Senin (28/2), sebagaimana dilansir Reuters.
“Kita harus menunjukkan kita tidak mendukung perang. Kami mengajak warga Rusia untuk menunjukkan pembangkangan sipil. Jangan diam saja.”
Navalny yang merupakan oposisi terkuat Putin sempat dipenjara pada 2021 kala ia kembali ke Rusia setelah sempat berada di Jerman.
Menurut kubu Barat, Navalny dikatakan sempat akan diracun di Siberia. Meski demikian, Rusia membantah melakukan serangan tersebut.
Sejalan dengan ajakan Navalny, warga sipil Rusia banyak turun ke jalan untuk memprotes aksi invasi Putin. Namun, banyak dari merekat ditangkap aparat. Angkanya terus bertambah.
Pada Jumat (25/2), sedikitnya 1.700 warga lokal ditangkap di 53 kota Rusia. Angka bertambah menjadi 3.000 orang pada Sabtu (26/2).
Sementara itu, data terakhir kelompok OVD-Info yang memantau protes dan penangkapan di Rusia menyatakan ada 6.006 orang ditangkap dalam demo anti-perang.
Protes anti perang juga tak hanya berlangsung di jalan, melainkan di media sosial, bahkan oleh sejumlah tokoh terkemuka Rusia. Lisa Peskova, putri juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, mengunggah ‘Tidak untuk Perang’ dalam bahasa Rusia ke Instagram.
Selain itu, media independen Rusia juga ‘membangkang’ dengan melaporkan aksi Putin tersebut sebagai invasi.
Hal tersebut membuat regulator komunikasi di Rusia, Roskomnadzor, memerintahkan media independen menghapus pemberitaan yang menjelaskan serangan ke Ukraina sebagai ‘serangan, invasi, atau deklarasi perang’.
Pemerintah Rusia menekankan terdapat ancaman jika hal ini tidak dilakukan yaitu pemblokiran atau denda.
Kementerian Pertahanan Rusia juga mengatakan media lokal seharusnya mengikuti versi pernyataan resmi atas kejadian itu.
Dalam pernyataan pengawas komunikasi menuduh sejumlah media independen menyebarkan ‘informasi tidak benar yang signifikan secara sosial dan tidak bisa diandalkan’ tentang penembakan di kota-kota Ukraina dan kematian warga oleh tentara Rusia.
Tuduhan itu meliputi saluran televisi Dozhd dan surat kabar independen terkemuka di Rusia, Novaya Gazeta, yang salah satu editornya dianugerahi Nobel Peace Prize tahun lalu.
Ukraina melaporkan bahwa serangan militer yang diperintahkan Presiden Rusia Vladimir Putin sejak 24 Februari telah menewaskan setidaknya 198 orang, termasuk tiga anak-anak. Ukraina juga menyebut kekhawatiran konflik lebih beasr di Eropa.
Mengutip permintaan dari Kejaksaan Agung, Roskomnadzor mengatakan media akan diblokir kecuali mereka menghapus ‘informasi yang tidak dapat diandalkan’.
Kementerian Pertahanan menuduh Novaya Gazeta menyebarkan ‘informasi palsu yang disiapkan geng pemabuk nasionalis (Ukraina)’. Pernyataan ini mengikuti Putin yang menyebut kepemimpinan Ukraina sebagai ‘gang pecandu narkoba dan neo-Nazi’.
Novaya Gazeta menerbitkan pemberitaan pada Jumat dalam bahasa Rusia dan Ukraina atas solidaritas dengan Ukraina.
“Kami tidak akan pernah mengakui Ukraina sebagai musuh dan bahasa Ukraina sebagai bahasa musuh,” kata editor Novaya Gazeta, Muratov, dalam sebuah video.
Baca artikel CNN Indonesia “Ramai Warga Rusia Protes Presiden Putin Soal Invasi Ukraina” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220305075212-134-767046/ramai-warga-rusia-protes-presiden-putin-soal-invasi-ukraina/2.
Tinggalkan Balasan