LIPUTAN15.COM – Bukti kehadiran negara terhadap korban kekerasa seksual, tercerim lewat hadirnya Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Nanti di era ketua DPR dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak keduanya yakni perempuan, akhirnya UU TPKS disahkan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (12/4) megesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi Undang-Undang. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen di Senayan, Jakarta.
Dalam rapat paripurna tersebut juga hadir sejumlah organisasi pembela hak perempuan, seperti Koalisi Perempuan Indonesia, Forum Pengadaan Layanan, Yayasan Kaliana Mitra, LBH APIK Jakarta dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia.
Setelah Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menyampaikan laporan hasil pembahasan terhadap RUU TPKS, Puan kemudian meminta persetujuan kepada semua fraksi dan anggota DPR yang hadir secara fisik dan virtual dalam rapat paripurna itu.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya menjelaskan pembahasan terhadap rancangan bleid tersebut dimulai sejak 24 Maret hingga disetujui dalam rapat Badan Legislasi pada 6 April.
Dia menambahkan proses penyusunan RUU TPKS itu melibatkan setidaknya 20 organisasi masyarakat sipil.
UU TPKS ini lanjutnya, merupakan UU yang berpihak dan berspektif pada korban.
“Bagaimana aparat penegak hukum memiliki payung hukum yang selama ini belum ada terhadap setiap jenis kasus kekerasan seksual,” ungkap Willy Aditya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan hadirnya UU TPKS disahkan merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual.
Dia menambahkan UU tersebut merupakan bagian dari upaya negara untuk menangani, melindungi, memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku dan mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual serta menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.
“Inilah semangat kita bersama antara DPR RI, pemerintah, dan masyarakat sipil yang perlu terus kita ingat agar undang-undang ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,” tegas Ayu Bintang.
Sementara itu aktivis perempuan dari LBH APIK Ratna Bathara Munti misalnya, mengapreasiasi langkah DPR yang telah mengesahkan RUU TPKS yang selama ini sangat ditunggu masyarakat.
Dia menilai UU TPKS menjadi terobosan hukum dari aspek materil maupun formal dan juga aspek-aspek lainnya.
Dia menilai bleid ini cukup komprehensif dan masukan dari para aktivis perempuan juga cukup banyak yang diakomodir.
“Banyak sekali terobosan terutama hukum acara terkait layanan terpadu, terkait restitusi, alat bukti,” kata Munti.
Dalam UU TPKS itu, terdapat sembilan bentuk tindak pidana kekerasan seksual yaitu pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, pelecehan seksual berbasis elektronik, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan dan perbudakan perkawinan.(voa)


Tinggalkan Balasan