LIPUTAN15.COM – Advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) mengkonstatir ada kekuatan Mafia besar saat ini berusaha untuk membunuh inovasi dr Terawan secara perlahan-lahan.

Dengan cara melengserkannya dari IDI dan secara bertahap membunuh kreatifitas dan inovasi-inovasinya pada penemuan metode Cuci Otak dan Vaksin Nusantara.

Padahal dengan metode Cuci Otak dan Vaksin Nusantara, dua penemuan dr. Terawan yang spektakuler tetapi sederhana, murah dan cepat serta efektif dalam menyembuhkan sejumlah penyakit termasuk stroke melalui Cuci Otak dan pandemi Covid-19, melalui Vaksin Nusantara.

Berdasarkan press rilis yang diterima pada Jumat (2/4/2022) ini, terkuak oleh Perekat Nusantara terkait dugaan membunuh inovasi dr Terawan

“Apabila metode Cuci Otak dan Vaksin Nusantara ini, tidak dihambat dan dimatikan maka hal itu jelas akan mengancam matarantai Mafia Farmasi dengan jaringannya di bawah kendali IDI dan Mafia Vaksin dengan jaringan di bawah kendali BPOM, Maka cara paling mudah dan tersamar adalah meminggirkan keberadaan dr. Terawan dalam IDI,” terang Koordinator Perekat Petrus Selestinus.

IDI dalam sikap dan tindakannya terhadap dr. Terawan, telah keluar dari Pakem Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik IDI, padahal sikap IDI seharusnya berasaskan pada Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik Kedokteran, namun kenyataannya IDI justru jadi pecundang demi kepentingan lain di luar IDI dan Masyarakat Indonesia. 

“Jika kita mencermati alasan Pemecatan dr. Terawan dengan penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara, maka yang harus direformasi secara total adalah IDI, karena IDI sangat eksklusif sehingga dalam banyak kasus telah mengkhianati Kode Etik Kedokteran dan Sumpah Jabatan Dokter Indonesia dengan menempatkan IDI menjadi subordinasi dari kekuatan dan kepentingan pihak lain di luar kekuatan dan kepentingan Kedokteran  dan Kesehatan Masyarakat Indonesia,” lanjut Selestinus.

Hal demikian dapat dilihat pada alasan-alasan pemecatan dr. Terawan yang tidak didasarkan pada pertimbangan obyektif dan substantif pada permasalahan Sumpah Jabatan dan Kode Etik, terutama tidak koheren dengan 12 (dua belas) lafal sumpah jabatan dokter yang telah dielaborasi ke dalam 4 (empat) point utama Kode Etik.

Pihakny juga menilai dengan memperhatikan 5 alasan pemecatan dr. Terawan di satu pihak dan Sumpah Jabatan Dokter dan Kode Etik Kedokteran IDI dari pihak lain, maka sesungguhnya yang melanggar Kode Etik dan Sumpah Jabatan Kedokteran adalah IDI sendiri.

“Sebagaimana IDI selama ini telah mengekang, membatasi bahkan mengamputasi penemuan metode DSA dan Vaksin Nusantara yang telah dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan diakui oleh publik,” imbuh Petrus.

Meskipun dalam Rekomendasi Muktamar IDI dikemukakan sejumlah alasan, akan tetapi jika dilihat dari rekam jejak dan prestasi dr. Terawan dan ketentuan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik IDI, maka dr. Terawan seharusnya diberikan penghargaan dalam forum Muktamar IDI di Aceh, bukan sebaliknya dipecat dari IDI.

Artinya alasan-alasan pemecatan terhadap dr. Terawan oleh IDI,  sangat tidak berdasar dan tidak kompatible dengan sejumlah fakta berupa prestasi cemerlang yang digapai dr. Terawan sebagaimana testimoni dan apresiasi publik sebagai ungkapan kepuasan atas pelayanan kesehatan oleh dr. Terawan selama ini

“Karena itu IDI patut diduga berada dalam konspirasi “kekuatan besar” secara ekonomi dan politik untuk membunuh secara perlahan-lahan inovasi dan kreatifitas dr. Terawan dan dokter-dokter lainnya dalam penemuan dan keahlian sebagai dokter Indonesia,” tukas pria kelahiran NTT 19 Mei 1955 ini.(*)