LIPUTAN15.COM – Kasus kekerasan terhadap pers Indonesia masih terus terjadi. Meskipun telah dibentengi dengan kebebasan pers sesuai UU Nomor 40 tahun 1999. Walau telah diberikan kebebasan, namun ancaman berujung kekerasan masih kerap menghantui.

Teranyar apa yang dialami Jurnalis SuaraFlobamora.com, Fabi Latuan menjadi korban upaya percobaan pembunuhan di Kupang pada 25 April 2022 lalu. Tindak kejahatan itu terjadi di halaman PT Flobamora, perusahaan daerah milik pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dimana seusai mengikuti konferensi pers di kantor itu, Fabi dihajar sekelompok orang, salah satunya bahkan membawa pisau dan hendak menusuknya.

“Saya dipanggil, saya menoleh memanggil teman lain ke arah kanan. Lalu ada yang memanggil saya dari arah kiri depan. Begitu saya balik, belum lihat orangnya, saya sudah dihantam, dibogem, di hidung sehingga pandangan kabur. Saya merasa ada beberapa kali pukulan bertubi ke wajah saya,” kata Fabi.

Fabi datang ke kantor PT Flobamora, bersama sejumlah jurnalis untuk mengikuti konferensi pers perusahaan itu. Sebelumnya, dia menulis tentang uang deviden Rp 1,6 miliar dari PT Flobamora, yang tidak disetorkan ke pemerintah daerah. Konferensi pers digelar, justru untuk menjelaskan duduk perkara. Namun, berakhir dengan aksi kekerasan.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kupang mengecam tindak kekerasan yang dialami Fabi. Apa yang terjadi pada Fabi, hanya satu dari sekian kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Sepanjang 2022 AJI mencatat sejumlah kasus kekerasan terhadap Pers Indonesia.

Pengamat sekaligus dosen jurnalistik-komunikasi di Universitas Atmajaya Yogyakarta, Dr Lukas Ispandriarno, mengaku ancaman kekerasan masih terus terjadi kepada pers Indonesia pasca-reformasi.

Di sisi lain, dia mengingatkan bahwa ancaman nyata bagi kebebasan atau kemerdekaan pers saat ini adalah apa yang disebut sebagai native advertising.

“Sebenarnya itu kan iklan bersponsor, konten bersponsor, atau kalau dulu kita di kelas mengenalnya dengan advertorial. Cuma, dari pengamatan itu kemudian tidak jelas, apakah ini berita bersponsor atau berita beneran,” kata Lukas.

Dewan Pers telah melakukan survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) pada 2021 lalu, dengan hasil skor 76,02. Angka itu menandakan bahwa pers Indonesia termasuk dalam kategori cukup bebas.

Survei ini menetapkan rentang nilai cukup bebas pada kisaran 70-89. Untuk masuk ke dalam kelompok pers yang bebas, skor yang dicapai harus masuk dalam rentang 90-100.

Dewan Pers juga memasukkan pandemi COVID-19 sebagai salah satu ancaman bagi kebebasan pers.

Sumber : VOA