LIPUTAN15.COM,TOMOHON-Pengamat Politik dan Pemerintahan Josef Kairupan angkat bicara terkait fenomena membawa nama wali kota dan wakil wali kota untuk kepentingan pribadi.

Menurut Kairupan, kecenderungan perilaku sok berkuasa karena merasa dekat apalagi seperjuangan dengan orang yang sedang berkuasa saat ini, merupakan tabiat manusia yang sejak dulu sudah ada.

Mereka yang dulu kelihatan begitu reformis atau sangat kritis terhadap kebijakan penguasa, kini justru ikut-ikutan memburu kekuasaan, bahkan membela penguasa bagaikan seperti pahlawan kesiangan. Fenomena macam ini dalam ranah politik, disebut sebagai sindrom kekuasaan.

Kalau diamati, sedikitnya ada tiga jenis sindrom seperti ini. Yaitu sindrom atau penyakit pasca-kuasa (Post-Power Syndrome) dan penyakit pra-kuasa (Pre-Power Syndrome) serta Penyakit orang yang sedang berkuasa (In-Power Syndrome).

Ironisnya fenomena ini justru terjadi di lingkungan ASN yang sejatinya dituntut menunjukkan sikap netral tidak terpengaruh dengan kekuasaan dan professional sebagai Aparatur Pemerintah

Hal ini biasa disebut sebagai sindrom kekuasaan, walaupun sindrom kekuasaan itu lebih tepatnya ditunjukkan bagi orang berkuasa, namun saat ini telah melebar sampai kepada kaki tangan, atau orang-orang terdekat dengan penguasa, memang secara letter lux hal ini tidak dapat dikatakan sebagai nepotisme, tetapi literasinya dapat disebut sebagai nepotisme gaya baru.

Dimana bukan hanya sekedar memberikan kekuasaan dan kepercayaan kepada kerabat, keluarga, atau kroni tertentu, tetapi juga mendelegasikan kewenangan tertentu yang mengakibatkan merasa diri memiliki power untuk mengintimidasi orang lain atas nama penguasa.

Jika hal ini tidak disadari oleh CS-WL, lambat laun akan menjadi boomerang bagi CS-WL itu sendiri, seperti akan muncul stigma dimasyarakat bahwa CS-WL tidak mampu mengendalikan anak buahnya, sehingga menimbulkan antipati public.

Namun orang-orang yg seperti ini juga memiliki keahlian untuk tetap disayang dan dipercaya oleh CS-WL dengan mununjukkan sikap loyal bahkan selalu menyenangkan hati pemimpinnya dengan tetap berupaya ‘mencari muka’ bahkan memberikan laporan-laporan yang sifatnya ‘Asal Bapak Senang’ sehingga pemimpin akan selalu terbuai dengan hasil kerja keras anak buahnya, yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.

Hal ini justru akan menjadi bom waktu bagi pemimpin, tingkat kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan CS-WL lambat laun akan berkurang, yang justru menyebabkan kejatuhan dari CS-WL itu sendiri.

Sebagai seorang pemimpin yang bijak sejatinya mampu mengontrol anak buah dilingkarannya agar tidak semena-mena bahkan sok berkuasa apalagi sampai mengintimidasi orang lain.

Ada banyak kejadian pemimpin yang baik justru jatuh dan bahkan tidak terpilih lagi karena dikelilingi oleh anak buah yang sok arogan dan berkuasa.